12 Desember, 2008

Nasib Penerbit Buku Pelajaran Pasca Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2008

Ibarat petir di Siang Bolong Mendiknas Bambang Sudibyo mengeluarkan Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2008 tentang pelarangan menjual buku pelajaran di Sekolah, bagi kami keluarga besar Penerbit Swasta di Tanah air yang bergerak dalam bidang penjualan buku pelajaran peraturan tersebut ibarat suntikan maut seorang Menteri yang akan membunuh secara perlahan tapi pasti Ribuan orang yang selama ini menggantungkan hidupnya dari Buku pelajaran tersebut.
Bagaimana tidak dengan pelarangan tersebut kami ibarat kena skak mat dari yang terhormat Mr. Bambang Sudibyo seorang menteri hebat yang penuh kejutan dengan peraturan menterinya dengan tanpa mempedulikan akibat yang akan ditimbulkan dari peraturan tersebut dan inilah ciri khas kebijakan pejabat di Negeri ini yang tak pernah mengenal lebih jauh akar rumput.
Kebijakan Menteri pendidikan tersebut dikarenakan cara pandang yang sedikit keliru tentang penerbit yang selama ini dituding mendapatkan keuntungan dari pergantian buku, membuat buku tidak bisa digunakan lagi oleh adik dari siswa tersebut, akan tetapi sesungguhnya Penerbit juga termasuk salah satu yang dirugikan dalam hal ini kenapa bisa terjadi ?, sudah menjadi rahasia umum di Negara kita ini setiap ganti pemerintahan ganti kebijakan demikian juga ketika ada pergantian kabinet juga ada pergantian peraturan termasuk juga didalamnya pergantian kurikulum, sebenarnya dari sinilah asal muasalnya, padahal ketika kurikulum itu terjadi perubahan kerugian penerbit sebenarnya tidak terhitung karena banyaknya buku yang telah terlanjur di cetak yang tidak bisa lagi dijual massal dan pada akhirnya terjadi pencincangan atau penghapusan buku yang tidak laku tersebut.

Ironisnya yang menjadi kambing hitam justru malah penerbit itu sendiri, karena masyarakat menganggap ketika ada pergantian kurikulum pasti ada pergantian buku dan penerbitlah yang diuntungkan padahal yang terjadi penerbit hanyalah mengikuti sebuah kebijakan Menteri dan bermaksud membantu para praktisi pendidikan dalam menjalankan proses belajar mengajar. Untuk itu kami semua keluarga Penerbit Buku pelajaran tidak bisa memprediksi hingga sampai kapan sebenarnya kami bisa bertahan dengan situasi dan kondisi seperti ini, hal semacam ini diperparah oleh kebijakan Pemerintah Daerah dengan menggembar-gemborkan dalam kampanyenya tentang pendidikan gratis, kami semua hanya bisa berharap dan berdoa semoga secepatnya terjadi pergantian Pemerintahan dan pergantian menteri Pendidikan yang bisa membawa angin perubahan yang lebih baik dan tidak merugikan satu pihak dengan menguntungkan pihak yang lain.

Sesuatu yang telah terjadi rasanya tak perlu disesali, sebagai manusia kita harus mampu mengubah tantangan menjadi peluang dan peluang menjadi sebuah keuntungan dan hanya itulah yang bisa membuat kita tetap semangat dalam menjalani segala tantangan dalam hidup ini karena di balik musibah pastilah ada hikmah. Kita semua tidak akan pernah menyangka kalau sebenarnya raksasa seluler seperti Nokia adalah dulunya bergerak dalam industri kertas, karena sesuatu dan lain hal mereka banting setir dan akhirnya menjadi penguasa pasar seperti saat ini, dan itulah kenyataan hidup yang kita semua tidak pernah akan tahu sebelumnya.


18 komentar:

  1. kelasnya berarti cuma mantri barangkali... he he he

    BalasHapus
  2. buah simalakama. tak tahu apa yang menteri pikirkan.

    sebagai orang awam saya punya pendapat kenapa tidak diadakan nego dulu agar tak merugikan semua pihak, khususnya sebagai siswa seperti saya ini.

    BalasHapus
  3. Saya masih pakai Buku Sartono. Kalau ndak percaya tanya Eka. Sayangnya saya ndak diberi bingkisan lebaran. Padahal penerbit kecil yang transaksi dengan saya di bawah 1 juta aja mberi sarung...
    Maaf, ini Erlangganya apa Ekanya ya...
    Harusnya Erlangga juga memperhatikan orang seperti saya, yang berani melanggar Permen...
    (Sayange Eka rak moco komentar saya ini)

    BalasHapus
  4. Maaf Mas Sholeh kalau saya nulis di sini. Salahe kok ono gambare buku Erlangga.
    Saya ndak ngarahi bingkisane, kalau yang lain juga tidak. Yang jadi masalah, orang Erlangga yg di Kendal mainnya kucing2an, perlakuannya ndak sama pada pelanggan 1 dengan yg lain. Memang Erlangga besar bukan karena saya, tapi sayapun seperti ini juga bukan karena Erlangga.

    BalasHapus
  5. Mampir salam kenal

    BalasHapus
  6. Hayo malah ungkit ungkitan .... wong lagi kena musibah kok malah di elingke masalah intern, saya nggak ikut2an lho mas Soleh ....
    Masalah kebijakan pejabat .... kadang mbingungke ... apa karena pikiranku yang nggak nyampe atau pikirane pejabat yang nggak nyampe ... mbuh lah

    BalasHapus
  7. Pak Mar nesu tenan iki.... Ngati-ati mas Soleh.

    O ya, gambare mas Soleh kelihatan pusing pegang kepala jebul karena Permendiknas no 2 tahun 2008 itu tho..
    Ya yang sabar mas, namanya juga ujian. Bagaimana kalau erlangga buat henpon saja untuk nyaingi Nokia? Kan nggak perlu ider ke sekolah-sekolah.

    BalasHapus
  8. duh, pak mar kok malah ngundhomono karo erlangga, kekekeke ... komen oot dulu, pak, hehehe .... sabar, pak mar, sabar. nyebar godhong koro.

    BalasHapus
  9. sebenarnya sebelum permen no.2 itu keluar, ancaman terhadap penerbit buku pelajaran sudah muncul ketika pusbuk meluncurkan buku sekolah elektronik. bse bebas dicetak oleh siapa saja. mereka ndak perlu lagi mbayar royalty kepada penulis karena sdh dibeli hak ciptanya. memang pada satu sisi bisa memberikan layanan buku murah karena jelas sudah ada HET-nya, tapi betul apa yang disampaikan Pak Sholeh, permen no. 2 itu jelas bakal melenyapkan lapangan kerja saudara2 kita yang saat ini menggeluti dunia penerbitan buku pelajaran. karena permennya sdh diteken, mungkin ada baiknya sejak sekarang mencari terobosan baru, pak, mungkin dg menerbitkan buku2 umum atau pendamping buku teks. semoga perusahaan tempat pak sholeh bekerja bisa menemukan solusi yang tepat.

    BalasHapus
  10. Trimakasih mas Siti Jenang,Dik Cengeng, @ Pak Mar: mudah-mudahan tahun besuk bisa lebih baik pak Mar karena itu wilayah saya, @ Pak Wahyu & Pak Rohman trimakasih untuk pemberian semangatnya,@ Bali sugar salam kenal juga, @ Pak Sawali sebenarnya kalau hanya BSE kami masih bisa bernafas pak tapi kalau pelarangan itu yang membuat kami kelabakan semoga cepat berlalu pak trimakasih semuanya

    BalasHapus
  11. ya baguslah mas, kan jadinya bukunya gratis ndak usah beli? kan lumayan ngirit? soale sekarang jualan buku untuk bisnis antara guru dan penerbit sih mas...dari pada uang negara untuk plesiran pejabat ke LN kan bagusnya untuk proyek seperti itu. dan saya yakin kalau dunia pendidikan tidak akan mati kalau penerbit suasta tidak ada..kan penerbit bisa kreatif bikin buku selain buku pelajaran...

    BalasHapus
  12. maaf mas, soale saya korban bisnis guru dan penerbit, sama guru harus beli buku penerbit A, kalau ndak nilainya akan jelek..ini kan sedikit saja kasus belum banyak lagi dan lagi? terus dukung untuk majunya dunia pendidikan....

    BalasHapus
  13. dunia makin berkembang, tapi perlu disikapi dengan bijak..
    bagaimana jika suatu saat kita melakukan aktifitas dengan paperless?

    BalasHapus
  14. saya juga lagi pusing mas...., sekarang di sumsel tempat saya tinggal tidak boleh lagi jual buku..., lah saya mau dikemanakan... wong ini mata pencaharian saya... terpaksa cari kerja lain lagi deh.....

    BalasHapus
  15. Emang harusnya dicarikan solusi yg lebih bijak

    BalasHapus
  16. keep blogging
    salam kenal yah

    BalasHapus
  17. saya rasa tidak masalah kalau menjual buku

    BalasHapus
  18. semoga kebijakan tersebut diubah sehingga penerbit buku tidak dirugikan

    BalasHapus