24 November, 2008

Nasib Petani Yang Belum Kunjung Membaik

Indonesia adalah di kenal dengan Negara Agraris karena sebagian besar wilayah nya merupakan potensial untuk mengembangkan pertanian, akan tetapi meski demikian komoditas paling pokok seperti Beras masih sering Impor dari negeri Tetangga dan ironisnya nasib Para Petani kita sampai saat ini belum juga beranjak dari kategori Miskin dan kita juga tidak pernah tahu sampai kapan nasib mereka akan menjadi lebih baik, ibarat pepatah nasib Petani kita ibarat Ayam kelaparan di lumbung padi.

Sejak Indonesia merdeka dan telah berganti pereode pimpinan hanya pernah satu kali saja Indonesia menjadi Negara Swa sembada Beras yaitu pada masa Orde Baru, kita semua berharap hal ini bisa terjadi lagi di masa-masa yang akan datang.
Permasalahan yang terus selalu menimpa Petani kita adalah di saat masa Tanam pupuk menjadi langka dan harga yang membumbung tinggi sementara disaat panen Raya Harga gabah menjadi rendah, selama ini disinyalir hal itu terjadi karena adanya permainan para Tengkulak dan spekulan, sebagai masyarakat biasa yang selalu menjadi pertanyaan kita semua mengapa Pemerintah dari dulu sampai sekarang belum menemukan formula yang cukup ampuh untuk merazia para spekulan tersebut yang nyata-nyata selama ini mempermainkan nasib Petani, dan siapa sebenarnya di balik ini semua.

Ketika kita melihat fenomena Iklan Partai politik semuanya akan berjanji untuk memperbaiki Nasib para petani tapi dalam kenyataannya setelah mereka menjadi pimpinan di Negeri ini ternyata tidak jauh berbeda dengan pemimpin kebanyakan mereka selalu tak berdaya untuk memperbaiki nasib petani kita, kita semua berharap ada pemimpin yang bisa sedikit saja merubah nasib Petani di Negara ini dan bukan hanya sebatas mengeksploitasi nasib mereka untuk kerbutuhan popularitas dan komoditas politik semata.



11 komentar:

  1. Mungkin butuh inovasi. Walau petani, tapi petani internet. Mas Sholeh juga petani, tapi petani buku...
    Saya juga petani, tapi nanamnya bibit pakai mulut...

    BalasHapus
  2. Pak Marsudi, kakak saya di madiun sudah menyerah sebagai petani, akhirnya cuma ditanami jagung, kacang, dan sayuran aja.

    kalau nanam padi beliau nyerah, biaya upah, pupuk, anti hama, dll, pakpok saja.

    BalasHapus
  3. eh salah pak, kalau masih nanam jagung, kacang dan sayuran itu ternyata masih disebut sebagai petani juga.

    BalasHapus
  4. saya berasal dari keluarga petani, pak sholeh. sungguh menyedihkan, nasib para petani ndak pernah berubah. hidup di negeri agraris, tapi bukan menjadi syurga buat para petani, harga bibit dan pupuk mahal tdk diimbangi dg harga panen yang baik.

    BalasHapus
  5. Yang kerja berat petani....yang nangguk untung pedagang......

    BalasHapus
  6. negara agraris , tp petani nya kok terpinggirkan :( melass

    BalasHapus
  7. Ngeri, kalo bangsa ini mau maju mestinya ya para petinggi mau menghargai, mulai dari bawah ke atas. NAmun banyak yang menghargai dari atas ke bawah, begitu petinggi sudah tidak menjabat nasib tetap berada di kalangan bawah, karena akhir jabatannya dia belum sempat nyampe bawah .... astaghfirullah

    BalasHapus
  8. duh
    gimana seh para pejabat negara
    kog ndak denger keluhan petani ??

    BalasHapus
  9. klo sawah, ladang, kebun abissss, mo makan apa kita bos ya??

    BalasHapus
  10. sedih oh sedih...

    BalasHapus
  11. petani memang selalu merana cah..kl ndak harga murah, dipermainkan tengkulak...

    BalasHapus