10 September, 2008

Lezatnya Kekuasaan itu, Sungguh Menggiurkan

Kekuasaan, itulah kenyataan setiap orang pasti menginginkannya karena dengan melekatnya kekuasaan pada diri seseorang maka dia akan bisa meraih segalanya, sesuai dengan yang diinginkan. Masih segar ingatan kita dengan peristiwa pilkada di Maluku utara bagaimana para politikus kita melakukan segala cara bahkan mengorbankan rakyat dan simpatisannya untuk melakukan demo, protes dan lain sebagainya untuk sebuah kekuasaan, ironisnya ketika hal itu telah mereka dapatkan bagaimana dengan nasib si kecil simpatisan yang telah berkorban untuk membela sang tokoh tersebut, berubahkah nasib dia dengan dengan kemenangan tokoh yang di belanya ?.
Rasanya ini akan terulang lagi dengan yang terjadi dalam pilkada Sumsel, berjuang mempertahankan sesuatu dalam hidup memang harus kita lakukan akan tetapi terlalu berlebihan apabila yang kita perjuangkan itu Orang lain yang belum tentu peduli dengan nasib kita, rasanya sebuah perjuangan yang sia-sia, cukup dengan memberikan suara kita dalam berdemokrasi itu lebih baik, kalaupun ada yang berselisih dengan tokoh yang kita pilih kita tunggu saja para petinggi yang berkompeten menyelesaikannya dengan hukum yang berlaku, dan jangan buang energi kita untuk hal-hal yang kurang berarti dalam hidup kita.

Yach … sekali lagi kekuasaan memang sangat membangkitkan gairah nafsu duniawi kita, lihat saja apa yang diperebutkan para politikus kita dengan nomor Urut Pencalegan, itu bukti bahwa mereka sangat menginginkan kekuasaan tersebut, masalah memperjuangkan nasib rakyat itu nomor yang kesekian kalinya, bahkan mereka berani memberikan sejumlah uang hanya untuk menjadi nomor urut jadi inilah fakta yang sedang kita lihat bersama-sama.

Sungguh kekuasaan memang ajaib, kisruh berkepanjangan yang terjadi di Tubuh Partai Kebangkitan Bangsa yang melibatkan Paman dan Keponakan sekaligus Guru VS Murid itu tak lebih dari sekedar ingin mencicipi manisnya sebuah kekuasaan kami berharap bisa terjadi Islah antara keduanya sehingga tidak membingungkan simpatisan akar rumput.

Inilah yang terjadi dan kita tidak pernah pungkiri itu semua, semoga mereka semua menyadari bahwa sebenarnya kekuasaan itu adalah sebuah Amanah yang pada suatu saat nanti akan kita pertanggung jawabkan bukan hanya di hadapan manusia ( yang bisa dengan mudah kita rekayasa), akan tetapi lebih jauh lagi yakni di hadapan Sang Pencipta ( yang tidak bisa kita berpaling sedikitpun) . Ini hanyalah pengamatan dari orang yang sangat awam dari seluk beluk politik, kalau salah mohon di koreksi minimal bisa kita jadikan sebuah renungan sebelum kita melangkah ke dunia Kekuasaan… salam



14 komentar:

  1. Menjelang pemilu 2009, nampak parpol2 juga berbenah untuk mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat. Promosi(baca:kampanye) menjadi hal yg biasa, namun masyarakat banyak dikecewakan karena ujung-ujungnya kekuasaan yg sangat minim dengan tampungan aspirasi. Habis dapat kursi, ya anteng saja. Masyarakat mesti tanggap dan cerdas dalam memilih parpol yang bener2 jujur dan aspiratif. Tidak hanya aktif menjelang pemilu saja, tapi diluar pemilu juga tidak kalah. PArpol yg tulus yg tidak mengedepankan kekuasaan. Ada nggak ya ...., saya yakin mesti ada.

    BalasHapus
  2. Kekuasaan itu memang dahsyat pak Achmad, dengan kekuasaan maka ia dapat berbuat apa saja, harta, nama, wanita, wibawa, dan sebagainya. Maka manusia selalu dan selalu terobsesi untuk mendapatkan kekuasaan yg diimplementasikan ke dalam kursi jabatan. Bahkan para politikus memanfaatkan rakyat sebagai objek komoditas politik untuk menggapai kursi kekuasaan. Berkaitan dengan kemelut di PKB, Gus Dur tidak disangsikan lagi, beliau adalah tokoh dengan level dunia. Indonesia dipandang positif oleh mata dunia salah satunya karena figur Gus Dur. Namun sebaiknya insaf, bahwa regenarisasi kebijakan harus terjadi dan mulai dipersiapkan. Kendalanya adalah komunikasi dan pengkaderan.
    Semoga kemelut tidak berimpas menjadi lebih luas.

    BalasHapus
  3. memang bang, apa yang abang katakan itu adalah benar adanya, kekuasaan sering kali menyilaukan mata setiap manusia, apalagi saat2 seperti ini, saat menjelang pemilu 2009 dimana setiap orang berlomba-lomba merebut kekuasaan 5 tahun mendatang, tanpa mempedulikan kerabat, walaupun sedikit banyak rela mengorbankan segala hal yang dianggapnya pantas untuk dikorbankan,....

    salam dari saya

    yuhendrablog.co.cc

    BalasHapus
  4. serngkali sulit dinalar juga ketika orang mencoba utk menggapai kekuasaan, pak sholeh. mereka sering menghalalkan segala cara dan ndak pernah memandang saudara atau keponakan. jika perlu, kekerasan pun jadi jalan penyelesaian.

    BalasHapus
  5. Padahal semua itu tidaklah lama...
    Jadi apa yang coba diburu pada sesuatu yang tidak lama itu...
    Kurang habis mengerti aku.

    BalasHapus
  6. Kekuasaan itu tidak lama, ada jangka waktunya.
    Yang berat adalah kita dan keluarga sudah menjadi terbiasa segala macam ada...yang sulit adalah bagaimana menyesuaikan keluarga agar walaupun ayah atau ibu seorang pejabat, mereka tetap orang biasa. Dan sebagai pejabat hanya untuk urusan kantor saja.

    BalasHapus
  7. sungguh kekuasaan yang menggiurkan...

    BalasHapus
  8. Orang yang duduk sering lupa berdiri, yang berdiri lama kakinya juga capek dan kesemutan ingin duduk. Seperti ketika naik bus umum, begitu ada kursi yang ditinggalkan, maka orang-orang yang disekitarnya berebut untuk bisa duduk, untungnya masih sekedar berebut. Lain perkara jika kursi yang diperebutkan itu kursi kekuasaan. Dengan mengerahkan segala daya, upaya dan tenaga, dari yang halus, sangat halus sampai yang kasar bahkan sangat kasar.
    Marilah kita tidak usah meniru tingkah dan polah mereka. Jika memang kita harus menduduki kursi kekuasaan tertentu, maka capailah itu dengan cara-cara yang bermartabat, sopan dan elegan tanpa merugikan bahkan menyengsarakan orang lain. Capailah dengan sewajarnya. Kekuasaan adalah amanat, amanat penderitaan rakyat, yang harus dipertanggungjawabkan kepada yang memberi amanat (baca rakyat), juga harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Pertanggungjawaban orang yang memiliki kekuasaan jauh lebih besar dan sangat besar. Ini tentu bukan main-main dan bukan untuk mainan.
    Bagi kita yang tidak kebagian kursi kekuasaan, tentu kita masih punya kursi-kursi lain di rumah, di tempat kerja dan lain-lain. Syukurilah kursi-kursi itu walaupun mungkin masih dalam pengertian kursi secara fisik. Kalau masih kurang kita bisa membeli kursi sebanyak yang kita suka (kalau ada uangnya), bisa disewakan untuk acara pernikahan, khitanan dan lain-lain. Kursi ini akan lebih mendatangkan rejeki yang berkah daripada kursi dalam pengertian non fisik (kekuasaan).
    Maaf kalau terlalu panjang komentarnya, tetapi belum sepanjang postingannya, akan sangat lucu jika komentarnya lebih panjang dari postingannya.

    BalasHapus
  9. Kekuasaan bukan milik kita, tapi sesungguhnya milikNya. Dan celakalah orang-orang yang berebut kekuasaan......

    BalasHapus
  10. kursi nikmat sekaligus panas :-)

    BalasHapus
  11. Mereka pikir mereka juga rakyat, jadi mikir diri sendiri sama saja dengan mikir rakyat... Katrok..

    BalasHapus
  12. kursinya sie biasa aja, tapi kuasanya itu yang sering diselewengkan.

    BalasHapus
  13. seorang sahabat saya hendak di calonkan menjadi caleg (berpeluang nomor urut 1). dengan sangat gigih beliau menolak.. berbagai macam usaha untuk merayu akhirnya bersedia juga. saat semua berkas harus terkumpul anaknya mendadak sakit dan memerlukan perhatian ekstra yang mengakibatkan beliau tidak bisa mengumpulkan persyaratan yang dibutuhkan. Ustadz Hanifan namanya.
    Dengan kwalitas dan kemampuan seperti beliau negeri sangat membutuhkan.

    BalasHapus
  14. Wah memang negeri aneh aneh orangya, kalau sudah masalah kekuasaan maka ya itulah...
    Tapi jangan jangan saya juga seperti itu,
    haus kekuasaan, untuk tidak ada peluang, jadi masih diselamatkan.

    sumintar.com

    BalasHapus