27 Agustus, 2008

Mengapa Kita Benci Sesuatu Yang Pasti dan Menyukai Fitnah

Pada posting kali ini menyambut datangnya bulan Suci Ramadhan, kami mencoba membuat tulisan tentang hikmah dari sebuah kisah yang mungkin bisa kita jadikan sebuah pelajaran dalam hidup ini.

Al kisah di pasar Baghdad yang merupakan tempat ramai orang berdagang , tiba-tiba menjadi heboh gara-gara celotehan Abu Nawas “ kawan-kawan hari ini saya sangat membenci perkara yang pasti (haq), tetapi menyenangi yang fitnah ( Bisa menimbulkan petaka) , ujar Abu Nawas.
Omongan Abu Nawas ini sangat Aneh karena selama ini dia dikenal sebagai orang yang alim dan bertaqwa, meskipun memang suka bersikap lucu, karuan aja polisi kerajaan menagkapnya dan menghadapkannya kepada Khalifah Harun Al- Rasyid.

“Hai abu Nawas, benarkah engkau berkata begitu? Tanya sang Khalifah.
Benar Tuan, jawab Abu Nawas tanpa dosa, Mengapa engkau berkata begitu sudah gilakah engkau ?
“Ah, saya kira Khalifah juga seperti saya, Khalifah juga membenci perkara yang pasti,” ujar Abu Nawas dengan serius.
Gila benar engkau! Bentak Khalifah yang mulai marah.
Jangan keburu marah dulu khalifah, dengarkan dulu penjelasan saya , kata Abu Nawas meredakan kemarahan sang khalifah.
Keterangan apa yang akan engkau sampaiakan , aku membela diri dan bukan membenci ucapanmu yang menyamakan engkau denganku , kamu harus tahu itu! Ujar Khalifah.
Tuan setiap ada orang yang membacakan Talqin ( dalam tradisi Umat Islam dibacakan ketika mayat hendak dikuburkan )saya selalu mendengar ucapan bahwa mati itu pasti, dan neraka itu juga pasti, nah siapakah orangnya yang tak membenci mati dan juga neraka itu, tidakkah Khalifah juga membencinya seperti aku? Katanya.

Cerdik juga kau ini, ujar Khalifah setelah mendengarkan penjelasan dari Abu Nawas, tapi apa pula maksudmu menyenangi fitnah ? Tanya sang Khalifah menyelidik.
Sebentar Khalifah barangkali lupa bahwa dala Al Qur’an disebutkan bahwa Harta benda dan anak-anak kita ini fitnah, padahal khalifah menyenangi harta dan anak-anak seperti saya, benar begitu khalifah?.

Itu memang benar tetapi apa maksudmu berkata begitu di tengah pasar sehingga membuat keonaran ? Tanya sang Khalifah. Dengan cara begitu , saya akan ditangkap kemudian dihadapkan pada Khalifah seperti sekarang ini, jawabnya kalem.
Apa perlunya kau menghadap saya ?.
Agar bisa mendapat hadiah dari Khalifah, jawab Abu Nawas tegas.
Dasar kau memang orang cerdik, komentar Khalifah ( dikutip dari Buku “ 1001 Kisah-kisah nyata 3” Ahmad Sunarto)

Apa yang bisa kita ambil hikmah dari kisah diatas, dalam kehidupan nyata yang sedang kita hadapi sekarang ini sering kita lihat di sekitar kita banyak dari kita yang membenci kematian apalagi hal itu menimpa orang –orang yang kita sayangi, bahkan kadang kita sendiri takut dengan kematian itu sendiri demikian juga Neraka bagi orang yang punya keyakinan Bahwa neraka itu ada, pasti kita akan membencinya padahal semua itu pasti akan kita hadapi meski kita tidak tahu kapan kita akan menemuinya.

Disisi yang lain kita sangat suka bahkan mungkin bisa berlebihan dalam menyukai sesuatu yang bisa menjadikan fitnah bagi kita yaitu : Anak-anak dan harta yang kita miliki, bahkan sebagian dari kita rela mengorbankan segalanya dengan melakukan cara-cara yang kurang terpuji ( Tidak Halal ) untuk mengumpulkan harta dan kekayaan .
Untuk itu anak harus kita sayangi (dengan tidak berlebihan) demikian juga harta harus kita cari asalkan dengan cara- cara terpuji dan baik serta legal, bukan dengan cara-cara kotor dan merugikan orang lain, bukankah itu lebih baik dan menentramkan di kehidupan yang sedang kita jalani sekarang ini... Salam

3 komentar:

  1. Memang begitulah sifat manusia. Mereka lebih menyukai hal-hal yang nyata seperti harta dan kekayaan, tapi mereka kurang suka tarhadap hal-hal yang tidak nyata seperti pahala, dll.

    Coba aja, kalau disuruh memilih, kira-kira mana yang dipilih. Diberi uang 10 juta dengan dengan diampuni dosa-dosanya? Pasti banyak yang memilih uang 10 juta.

    BalasHapus
  2. ramadhan tahun ini mudah2an bisa menjadi "warning" bagi mereka yang suka memanjakan anak istri melalui harta yang diperoleh dg cara yang kurang terpuji, pak. anak2 adalah anamat Allah. menyuapi mereka dg harta haram sama saja menjerumuskan mereka ke jalan kesesatan. mudah2an kita terhindar dari perbuatan tak terpuji itu. btw, dalam berbagai kisah, agaknya abu nawas selalu identik dg kecerdikan, tapi juga kepolosan. ada nggak ya pak figur seperti abu nawas itu di negeri ini?

    BalasHapus
  3. Salam
    Anak dan istri bisa disebut fitnah terbesar klo ndak bisa mendidik mereka membawa ke jalan yang baik, hmm gimana nanti pertanggungjawabannya di akhirat kelak ya.

    BalasHapus